Sky Burial; Pemakaman Langit

XinranJudul Buku : Sky Burial; Pemakaman Langit
Pengarang: Xinran
Penerjemah : Ken Nadya Irawardhani Kartakusuma
Penerbit: PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta
Cetakan: Pertama, Agustus 2007
Ukuran: 11 x 17 cm, 286 halaman
Dibeli: Gramedia Padang, 4 September 2007

Kisah Cinta yang Benar-benar Heroik

TIBET, sebuah negara kecil di pegunungan Himalaya yang kadang acap disebut negeri atap dunia, menyimpan banyak misteri. Seperti halnya mitos manusia Yuti atau dikenal juga dengan istilah big foots yang konon hidup di negeri para sherpa itu, kehidupan sosiokultural penduduk negeri ini tak banyak terekspos ke permukaan. Hanya karena keberadaan rangkaian pegunungan tertinggi bersalju abadi, dan kisah-kisah heroik para sherpa yang menjadi guide pendaki gunung di sana, ekspos negara ini sedikit terbantu. Selebihnya, masyarakat internasional buta atas informasi lengkap negeri Dalai Lama ini.

Adalah sebuah pertanyaan besar di benak banyak orang bagaimana orang-orang Tibet bisa bertahan hidup dalam kondisi alam yang berada di daerah ketinggian dengan musim dingin yang begitu mendominasi. Yang ada di pikiran banyak orang, penduduk Tibet pastilah manusia-manusia tradisional yang tidak tersentuh teknologi dan hidup dengan kearifan lokal dalam menyisiati keganasan alam pegunungannya. Tapi apa bentuk kearifan lokalnya itu? Itulah yang orang-orang tidak tahu.

Dengan membaca novel “Sky Burial” karya kedua Xinran ini, mata kita akan terbuka sangat lebar dan diberitahu kondisi riil sosiokultural yang ada di sana. Meski tema cerita yang diangkatnya adalah persoalan cinta, di buku ini penulis buku best seller “The Good Women of China” itu dengan detail menceritakan kehidupan sosial masyarakat Tibet. Dia bela-belain melakukan riset tentang Tibet dan China sendiri guna mengungkap sejarah panjang hubungan Tibet-China, khususnya di era Tentara Pembebasan Rakyat yang dijadikan latar cerita novel yang diterjemahkan menjadi “Pemakaman Langit” oleh Ken Nadya Irawardhani Kartakusuma yang diterbitkan Penerbit Serambi ini.

Buku ini bercerita tentang kegigihan seorang perempuan China, Shu Wen yang ditinggal suaminya ke Tibet guna bergabung dengan Tentara Pembebasan Rakyat sebagai tim medis. Sebagai pengantin baru yang belum genap 100 hari menjalani kebersamaan, kepergian Kejun, suami Shu Wen itu tentu saja menjadi beban pikiran dan mengungkung dia dengan kerinduan amat sangat serta kekhawatiran yang sangat berlebihan atas keselamatan suaminya itu. Dan kekhawatiran Shu Wen terbukti begitu dia mendapat kabar bahwa Kejun tewas dalam menjalankan tugasnya. Tidak banyak informasi yang bisa dia dapat dari pihak militer China seputar kematian suaminya, sehingga timbul keyakinan pada Shu Wen bahwa Kejun tidak pernah mati dan diyakini hidup dalam kesulitan di tengah-tengah warga Tibet yang begitu membenci tentara China.

Dengan keyakinan yang begitu kuat dan didorong rasa cinta yang mendalam atas ketidakpastian nasib suaminya itu, Shu Wen akhirnya memutuskan untuk mencari suaminya itu ke Tibet. Bergabung dengan militer China sebagai dokter spesialis dermatologi, Shu Wen berangkat ke Tibet menempuh waktu berhari-hari melalui perjalanan darat yang dihadang berbagai rintangan termasuk ancaman dari kebengisan orang-orang Tibet yang mengintai kedatangan mereka. Di tengah perjalanan, rombongan yang mulai berkurang satu persatu karena terbunuh secara misterius oleh belati orang-orang Tibet ini, sempat menyelamatkan Zhuoma perempuan Tibet yang nyaris tewas karena keganasan alam Tibet dalam pelariannya sebagai bangsawan yang memilih damai ketimbang harus membantu Tentara Pembela Iman melawan China atau berpihak pada China untuk melawan bangsanya sendiri.

Zhuoma yang mengerti bahasa China, membuat Shu Wen cukup terbantu dalam mencari tahu informasi tentang suaminya. Terlebih saat mereka terpisah dari rombongan militer China, Zhuoma menjadi satu-satunya harapan Shu Wen dalam menjalani kehidupan bersama keluarga nomaden Tibet yang menyelamatkan mereka berdua. Komunikasi antara Shu Wen dengan keluarga nomaden yang dikepalai Gela dan adiknya Ge’er serta istrinya Saierbao dan lima anaknya Om-Ma-Ni- Pad-Me-Hum itu, jelas cukup terbantu dengan keberadaan Zhuoma.

Saat Shu Wen hidup bersama keluarga inilah, Xinran mulai memaparkan secara detail bagaimana keseharian masyarakat Tibet. Mulai dari mata pencahariannya, pola hidup, pola makan, hubungan kekeluargaan, kehidupan beragama, sampai ritual dan tradisi masyarakat setempat dalam menyesuaikan diri dengan keganasan alam Tibet. Xinran dengan lengkap  memaparkan semua tetek bengek ini, termasuk perihal pemakaman langit sendiri yang kemudian menjadi judul novel ini. Walau kadang sulit dimengerti, karena keterbatasan perbendaharaan bahasa Indonesia untuk menggambarkan secara gamblang pemaparan Xinran oleh penerjemah buku setebal 286 halaman ini, tapi sedikit banyaknya pembaca akan paham dan akhirnya menjadi tahu soal Tibet yang misterius.

Cerita pencarian keberadaan Kejun oleh Shu Wen –yang dalam bahasa lagu dangdut kita bisa disebutkan; kalau memang dia mati, tunjukkan di mana kuburnya itu–, benar-benar penuh lika-liku. Shu Wen yang harus terpisah dengan Zhuoma karena diculik orang, semakin hidup dalam keterasingan lantaran ketidakmengertian dan ketidakpandaiannya berbahasa Tibet yang menyulitkannya berkomunikasi dengan keluarga Gela. Walau pada akhirnya secara perlahan dia pandai juga berbahasa Tibet dan memutuskan memilih menganut kepercayaan yang dianut orang Tibet, pencarian Shu Wen benar-benar berbilang puluhan tahun hanya demi mengungkap bagaimana kisah sebenarnya kematian Kejun.

Dan pada akhirnya memang semuanya itu terungkap, namun bukan itulah inti sebenarnya dari cerita ini. Tapi lebih kepada betapa gigihnya dan berlika-likunya proses pencarian itu sendiri. Dan terbukti memang; cinta bisa mengalahkan segalanya dan cinta mampu mengantarkan manusia kepada hal-hal yang di luar batas kemampuan manusia itu sendiri. Cinta menjadi tenaga terselubung yang menjadikan manusia mempunyai energi yang lebih dari makhluk lainnya. Cinta, kadang masuk akal, namun terkadang berada di luar nalar yang justru memperlihatkan bahwa itulah kekuatan cinta. Dan kisah cinta Shu Wen, benar-benar heroik dalam perjalanan panjangnya mencari cinta yang hilang. (max)

9 thoughts on “Sky Burial; Pemakaman Langit

  1. Bagusnya buku ini adalah karena memberikan informasi yang cukup banyak mengenai kehidupan di Tibet, yang tidak banyak kita ketahui selama ini, serta kondisi Cina pada zaman revolusi kebudayaan. Sedangkan ceritanya sendiri tidak terlalu istimewa, karena hanya mengenai cinta yang berlebihan.

Tinggalkan Balasan ke rati Batalkan balasan